Aku berada di dalam
kubus nomor empat puluh sembilan
Aku melihat dunia
dibalik jendela tanpa bingkai
Perpaduan
aroma kayu usang dan bau tanah setelah hujan tadi malam cukup membuatku tenang.
Setidaknya, hujan masih mau menemaniku, setelah hal bodoh yang selalu kulakukan
kepadanya. Beberapa percikan hujan masih tertinggal dialas membentuk kubangan besar
di berbagai sudut ruangan. Sial, dingin sekali malam ini! pikirku. Lantas aku
bergegas mengambil api yang kuhabiskan semalaman untuk menjagaku tetap putih. Empat-puluh-sembilan
menit kemudian, aku terlelap. Aku bertemu hitam, lagi.
Aku berada di dalam
kubus nomor empat puluh sembilan
Aku melihat dunia
dibalik jendela tanpa bingkai
Silau.
Aku
terbangun dengan perasaan tak tentu arah; aku meninggalkan putih dan membiarkan
hitam datang. Jadi, kuputuskan pagiku dengan meminum secangkir coklat hangat dan
membiarkan kekacauan pagi datang. Dengan begitu, tidaklah sulit untuk melupakan
perasaanku. Tebak, apa yang telah kulakukan? Aku menemukan beberapa piringan
hitam dibalik kotak kecil usang disudut ruangan. aku menemukannya ketika aku
sedang mencari putih. semacam kebetulan yang aneh, bukan? Lalu aku mencoba
memainkannya lagi dan lagi, hingga ke-empat-puluh-sembilan musik perlahan
berhenti. Apa yang salah?
Aku berada di dalam
kubus nomor empat puluh sembilan
Aku melihat dunia
dibalik jendela tanpa bingkai
Hari ke empat-puluh-sembilan.
Kuputuskan untuk membawa
semuanya keluar; meninggalkan kubus empat-puluh-sembilan ini. semuanya,
semuanya yang aku punya. Segera, keputusanku ini menjadi keputusan yang sangat
salah.
Aku terjebak.
Aku berada di dalam
kubus nomor empat puluh sembilan
Aku melihat dunia
dibalik jendela tanpa bingkai
Aku berjalan
mejauh, mengikuti arah hitam berjalan.
Aku bertemu hitam,
dibalik putih.
Posting Komentar
Bagaimana menurutmu?